Bahasa Perantara di Laut Melayu
Bahasa Melayu yang jadi cikal bakal bahasa Indonesia berakar dari rumpun bahasa Austronesia. Menurut sejarawan Leonard Y. Andaya, teori asal-usul bahasa Melayu dan penuturnya yang paling masyhur dikemukakan oleh arkeolog Peter Bellwood dan linguis Robert Blust. Bentuk paling purba bahasa ini yang disebut Proto Melayu-Polinesia diperkirakan mulai berkembang di Filipina sekitar 2500 tahun sebelum masehi.
Sekitar 2000 SM, bahasa Proto Melayu-Polinesia berkembang jadi cabang-cabang bahasa baru seiring dengan migrasi para penuturnya ke Nusantara. Lalu sekitar 1500-500 SM, di Kalimantan bagian barat berkembang lagi rumpun bahasa Melayu-Cham yang diperkirakan sebagai nenek moyang langsung bahasa Melayu. Beberapa ratus tahun sebelum era Masehi, orang-orang berbahasa Melayu-Cham ini lantas bermigrasi ke daerah Semenanjung Malaya melalui kepulauan Riau .
“Dari Semenanjung Malaya, satu kelompok menyeberang ke Sumatra Tenggara dan menjadi nenek moyang para penutur bahasa Melayu, sedangkan kelompok lain bermigrasi ke Vietnam lantas menjadi nenek moyang para penutur bahasa Cham,” tulis Andaya dalam Selat Malaka: Sejarah Perdagangan dan Etnisitas (2019, hlm. 3-4).
Bahasa Melayu yang paling kuno berkembang seiring dengan tumbuhnya kebudayaan maritim para penuturnya. Mereka membangun komunitas di pesisir dan tepian sungai. Selama berabad-abad, komunitas penutur ini saling berjejaring dan menjadikan bahasa Melayu Kuno sebagai basantara (bahasa perantara) untuk berkomunikasi. Oleh karena itu, bahasa ini juga berkait erat dengan geografi persebaran penuturnya.
Wilayah interaksi para penutur bahasa Melayu Kuno ini disebut Andaya sebagai Laut Melayu. Istilah ini mengacu pada sebuah kronik Arab bertarikh sekitar 1000 M. Kronik itu menyebut tentang “Laut Melayu, yang mendekati Cina”. Lalu, sebuah kronik lain dari abad ke-17 menyebut lagi bahwa Laut Melayu adalah laut di antara Semenanjung Melayu dan Sumatra, sehingga bisa diinterpretasikan sebagai Selat Malaka.
Keterangan-keterangan ini jelas menunjukkan hubungan erat antara komunitas penutur bahasa Melayu dengan dunia kelautan. Oleh karena itu, Andaya memberi pengertian bahwa Laut Melayu mengacu pada serangkaian komunitas yang terhubung melalui jaringan ekonomi dan budaya yang intens.
“Sejak akhir abad ke-7, orang Melayu sudah berperan penting dalam jaringan semacam itu. Fakta menunjukkan bahwa dahulu ada sebuah ‘laut’ yang amat panjang, menghubungkan India Selatan dan Sri Lanka dengan Teluk Bengal, Sumatra, Selat Malaka, Semenanjung Malaya, Teluk Siam, Laut Cina Selatan, hilir Sungai Mekong, dan Vietnam Tengah. Titik utama jaringan komunitas yang menghidupi Laut Melayu ini adalah Selat Malaka,” tulis Andaya (hlm. 7).
tirto.id - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, berkeinginan menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar atau lingua franca di kawasan Asia Tenggara. Nadiem mengatakan bahwa hal tersebut telah masuk dalam rencana program Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) Kemendikbud.
"Ke depannya Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa bisa menjadikan bahasa Indonesia salah satu bahasa yang menjadi lingua franca Asia Tenggara. Enggak tahu apa ini bisa tercapai, tapi kita harus punya mimpi yang besar," kata Nadiem saat rapat kerja bersama Komisi X DPR RI, Kamis (20/2/2020).
Meski demikian, Nadiem mengaku belum bisa membeberkan detail rencana tersebut karena saat ini Badan Bahasa masih mendalami strategi dan caranya. Menurutnya, pembahasan masih berjalan dan ia menjanjikan untuk menjelaskan hal itu dalam waktu dekat. Yang terang, perlu ada kebijakan besar agar bahasa Indonesia bisa diterima di Asia Tenggara. Apalagi, katanya, bahasa Indonesia harus mampu beradaptasi dengan berbagai kultur di Asia Tenggara.
Jika terwujud, hal ini bisa mengangkat martabat Indonesia di antara negara-negara kawasan Asia Tenggara.
"Dengan negara sebesar ini, menurut kami merupakan suatu hal yang sangat menarik dan sangat penting menjadikan Indonesia negara yang lebih penting di panggung dunia, lebih penting di Asia Tenggara," ucapnya.
Nadiem jelas masih perlu memformulasikan lagi langkah-langkah untuk mencapai targetnya itu. Meski masih sangat jauh, agaknya visi Nadiem tak mustahil diwujudkan. Pasalnya, bahasa Melayu—embrio bahasa Indonesia—masih dituturkan dan jadi bahasa resmi di Malaysia, Brunei, dan Singapura.
Jika menilik sejarah, bahasa Melayu pernah menjadi lingua franca di kawasan Asia Tenggara. Itu terjadi pada era yang oleh sejarawan Anthony Reid disebut sebagai Kurun Niaga (abad ke-15 hingga abad ke-17).
Actions (login required)
Bahasa Melayu Sebagai Lingua Franca
Bahasa Melayu Sebagai Lingua Franca
Lingua franca (dari bahasa Itali, bererti bahasa Frank) atau bahasa perantara merupakan bahasa perantaraan yang digunakan secara sistematik untuk tujuan perhubungan antara orang-orang yang tidak sama bahasa ibundanya, khususnya bahasa ketiga yang berbeza dari bahasa ibunda dua belah pihak.[1] Lingua franca ditakrifkan berdasarkan fungsi, tanpa mengambil kira sejarah atau struktur bahasa itu:[2] walaupun ada bahasa campuran (pijin dan patois) yang berperanan sebagai lingua franca, namun kebanyakan lingua franca bukan bahasa campuran. Istilah lingua franca juga memaksudkan bahasa yang dikhususkan pada satu bidang tertentu, seperti bahasa Inggeris atau bahasa Latin bagi kajian sains.
Lingua franca bersinonim dengan bahasa penghubung (vehicular language). Padahal bahasa vernakular merupakan bahasa asli dalam lingkungan sebuah komuniti penuturnya, bahasa vehicular pula menjangkaui batas komuniti asalnya, lalu dijadikan bahasa kedua untuk kegunaan perhubungan antara komuniti. Contoh, bahasa Inggeris adalah bahasa vernakular di Amerika Syarikat, tetapi di Pakistan pula dijadikan bahasa penghubung (iaitu lingua franca).
Bahasa perantaraan antarabangsa seperti bahasa Esperanto atau bahasa Interlingua direka dengan tujuan sebagai lingua franca pilihan alternatif, tetapi sayangnya penerimaannya tidak memberangsakan/memartabatkan bahasa yang telah direka itu (contohnya pada bahasa Esperanto yang dianggarkan hanya sekitar 100,000 sehingga 2 juta penutur fasih di seluruh dunia).
Bahasa Arab, bahasa ibunda bangsa Arab yang berasal dari Semenanjung Arab, menjadi "lingua franca" Empayar Islam (Empayar Arab) (733 - 1492 M), yang pernah meluas dari timur di sempadan China dan India Utara melalui Asia Tengah, Parsi, Asia Minor, Timur Tengah, Afrika Utara hingga ke Sepanyol dan Portugal di barat.
Bahasa Arab juga difasihkan oleh penduduk yang tinggal bersempadan dengan wilayah Empayar Islam. Pada Zaman Kegemilangan Islam, bahasa Arab menjadi bahasa bagi perantaraan kajian sains dan hubungan antarabangsa (sekitar 1200 M), kerana lebih banyak buku dikarang dalam bahasa Arab berbanding bahasa-bahasa lain ketika itu.[perlu rujukan] Bahasa Arab mempengaruhi bahasa-bahasa di Afrika sub-Sahara bahasa Swahili serta sugguh banyak meminjamkan perkataan-perkataan kepada bahasa Parsi, Turki, Urdu, Sepanyol, Portugis dan Inggeris. Pengaruh bahasa Arab kepada bahasa-bahasa Eropah bermula dari Andalusia sebagai pelita kemakmuran selama 700 tahun (rujuk Al-Andalus).
Tulisan Arab diterima pakai oleh pelbagai bahasa lain seperti Parsi, Pashtun dan Urdu hingga kini, serta Swahili dan bahasa Turki yang kini sudah beralih ke tulisan rumi. Bahasa Arab menjadi lingua franca wilayah-wilayah tersebut bukan semata-mata atas tujuan perdagangan atau hubungan antarabangsa, bahkan juga dipengaruhi keagamaan kerana bahasa Arab merupakan bahasa kitab suci Islam, iaitu al-Qur’an, maka ramailah umat Islam di tempat-tempat berkenaan. Bahasa Arab masih berperanan sebagai lingua franca untuk 22 buah negara (24 jika termasuk sekali wilayah Palestin dan Sahara Barat) di Timur Tengah dan Afrika Utara. Biarpun banyak berlakunya peralihan dari abjad Arab ke Rumi selama ini, namun tulisan Arab tetap menjadi sistem abjad kedua terlaris di dunia, mengekori abjad rumi.[3] Abjad Arab masih/pernah digunakan untuk menulis bahasa-bahasa Bosnia, Hausa, Kashmir, Kazak, Kurdi, Kyrghyz, Melayu, Morisco, Pashto, Parsi, Punjabi, Sindhi, Tatar, Turki, Urdu, dan Uyghur.[4]
Menurut sumber Encarta yang menggolongkan bahasa Cina sebagai satu bahasa tunggal, bahasa Arab dilihatkan sebagai bahasa kedua terbesar di kalangan penutur kali pertama.[5] Bahasa Arab juga mencapai darjat sebagai salah satu dari enam bahasa rasmi Pertubuhan Bangsa-bangsa Bersatu.[6]
Bahasa Assam ialah lingua franca daripada komuniti yang berbeza di Assam, dan beberapa daerah di wilayah lain seperti Arunachal Pradesh, Nagaland and Meghalaya. Orang Assam memiliki 20 marga yang mempunyai bahasanya masing-masing, bagi berkomunikasi dengan marga lainnya dialek lingua franca bahasa ini terasas. Dilihat dari sejarahnya, Assam menjadi penghubung serantau Timur Laut (NA/North East) dengan wilayah India lain sejak zaman penjajahan.[perlu rujukan]
Bahasa Benggali ialah lingua franca bagi 200 juta penutur di sepanjang serantau Benggala (Bangladesh and Benggala Barat). Meski bahasa Benggali sungguh mendominasi, terdapat juga beberapa bahasa minoriti semisal bahasa Chittagong, Sylheti atau Rohingya. Bagi komuniti-komuniti itu, bahasa Benggali piawai hanyalah bahasa kedua bukan bahasa ibu.[perlu rujukan]
Bahasa Cina Klasik pernah berperanan sebagai lingua franca dan bahasa diplomasi bertulis di rantau Asia Timur, yang digunakan oleh tanah besar China, Mongolia, Taiwan, Korea, Jepun, Kepulauan Ryukyu, dan Vietnam untuk tujuan perhubungan antarabangsa. Pada awal abad ke-20 di negara China, bahasa Cina klasik diganti oleh Bahasa Cina moden bertulis. Di kalangan masyarakat berbahasa Cina masa kini, Bahasa Mandarin Baku berfungsi sebagai bahasa pertuturan bersama untuk perbualan antara penutur loghat Cina berbeza-beza yang tidak boleh saling difahami, apatah lagi antara bangsa Cina Han dan etnik lain di China. Tulisan Cina juga digunakan sebagai kaedah berkomunikasi antara negara-negara yang menulis dalam tulisan tersebut. Namun demikian, sesetengah kawasan tertentu di China juga menggunakan lingua franca tersendiri, contohnya Bahasa Kantonis di wilayah Guangdong, Hong Kong, Macau, di samping juga sesetengah penduduk berketurunan Cina di Singapura dan Malaysia.
Bahasa Hindustan atau Hindi-Urdu ditutur secara meluas di India dan Pakistan. Bahasa ini merangkumi dua laras bahasa baku yang berbentuk bahasa rasmi iaitu Hindi dan Urdu, dan juga beberapa loghat daerah. Bahasa Hindi ialah salah sebuah bahasa rasmi India tetapi tidak mempunyai status sebagai bahasa negara, manakala bahasa Urdu merupakan bahasa rasmi sederum bahasa negara itu dan lingua franca daripada Pakistan. Bahasa Urdu juga satu daripada bahasa-bahasa rasmi di India. Bahasa Hindi dan Urdu mempunyai banyak persamaan dari segi sebutan tetapi banyak perbezaan dalam kosa, istilah maupun frasa. Bahasa Urdu ditulis dalam abjad Urdu yang berasaskan Abjad Arab, sementara bahasa Hindi ditulis dalam abjad Devanagari.
Pada abad ke-14, ketika zaman Kesultanan Melayu Melaka, pihak kerajaan mengiktirafkan bahasa Melayu sebagai lingua franca di Nusantara, tidak kira dituturkan hanya orang Melayu di pesisir barat Borneo, Semenanjung dan Sumatera sahaja. Saudagar dan seniman dari etnik Austronesia lain wajib belajar bahasa Melayu ketika singgah di bandar Melaka atau berlayar melewati Selat Melaka.
Seorang sarjana Belanda, Francois Valentijn, menyifatkan bahasa Melayu pada abad ke-16 telah menyamai taraf dan peranan bahasa Latin dan bahasa Perancis di benua Eropah dan menjadi bahasa perhubungan antarabangsa.[7]
Kini, bahasa Melayu Piawai (moden) banyak digunakan di Malaysia dan Brunei, dan juga sedikit banyak di Singapura. Bahasa ini satu daripada empat bahasa rasmi Singapura, dengan nama bahasa Melayu Baba dan pernah diiktiraf sebagai lingua franca di republik itu sebelum ditukar oleh pemerintahan Lee Kuan Yew dengan bahasa Inggeris. Walau bagaimanapun, bahasa Melayu Baba masih cuba dijaga oleh generasi tua.
Selain daripada serantau Asia Tenggara, Bahasa Melayu juga sedikit banyak dipakai di Afrika Selatan, Australia, Amerika Syarikat dan Sri Lanka.
Sementara itu, bahasa Indonesia yang dilaraskan dari bahasa Melayu, dijadikan lingua franca di seluruh negara Indonesia dan Timor Leste. Walaupun beratus-ratus bahasa yang dituturkan di Indonesia, namun bahasa Indonesia selaku bahasa rasmi republik ini merupakan lingua francanya.
Bahasa Naga ialah satu daripada bahasa yang paling ramai dituturkan selain daripada Bahasa Assam dan Bahasa Bengali dan lingua franca bagi pemerintahan wilayah Nagaland, bahasa ini bermula daripada kesulitan orang Naga memahami percakapan sesama mereka kerana pelbagai dialek. Bahasa ini menjadi popular dan diguna oleh orang dari luar etnis itu.[perlu rujukan]
Bahasa Parsi menjadi lingua franca ketiga dunia Islam, khususnya di kawasan timur.[8] Selain berperanan sebagai bahasa pentadbiran negeri di kebanyakan kerajaan Islam, semisal Samaniyah, Ghuriyah, Ghaznawiyah, Mughal, pengaruh kebudayaan dan politik dan juga bahasa Parsi disebarkan dari rantau Balkan ke India.[9] Contohnya, bahasa Parsi adalah satu-satunya bahasa timur yang digunakan oleh Marco Polo di Istana Kublai Khan dan dan dalam pengembaraannya di China.[10] Arnold Joseph Toynbee mengupas peranan bahasa Parsi seperti berikut:
Dalam dunia Irani sebelum menunduk kepada proses pembaratan, bahasa Parsi Baru yang dibentuk dalam bentuk sastera dalam maha karya seni... mencapai tarafnya sebagai lingua franca; lantas mencapai liputan paling luas pada zaman peralihan dari abad ke-16 ke abad ke-17 Masihi, liputannya sebagai lingua franca meluas tanpa henti merentasi muka Eropah Tenggara dan Asia Barat Daya.[11]
Bahasa Parsi rasmi sebagai lingua franca di negara Iran, Afghanistan dan Tajikistan, di samping juga pernah menjadi lingua franca India sebelum penaklukan British. Bahasa Parsi masih difahami oleh ramai golongan cendekiawan di India, Pakistan dan Azerbaijan.
Bahasa Inggeris merupakan lingua franca perniagaan antarabangsa, sains, teknologi dan penerbangan masa kini, serta juga menggantikan bahasa Perancis selaku lingua franca hubungan antarabangsa sejak Perang Dunia II. Kebangkitan bahasa Inggeris dalam bidang perhubungan antarabangsa bermula pada tahun 1919, selepas Perang Dunia I, apabila Persetiaan Versailles ditulis dalam bahasa Inggeris dan juga bahasa Perancis, iaitu bahasa dominan dalam hubungan antarabangsa ketika itu. Perluasan penggunaan bahasa Inggeris dimangkinkan lagi dengan peranan terpenting yang dimainkan oleh bangsa-bangsa berbahasa Inggeris, iaitu Amerika Syarikat dan Negara-negara Komanwel berikutan Perang Dunia II, terutamanya dalam penubuhan Pertubuhan Bangsa-bangsa Bersatu (PBB), diikuti perkembangan Internet. Bahasa Inggeris merupakan salah satu dari enam bahasa rasmi PBB, dengan bahasa Perancis bersama-sama menjadi bahasa urusan[1]; bahasa rasmi lain ialah bahasa Arab, Cina, Rusia dan Sepanyol.
Bahasa Inggeris adalah bahasa dominan di United Kingdom, dan maka itulah sebagai kesan tinggalan pengaruh penjajahan UK, bahasa Inggeris menjadi lingua franca di Ireland, bekas jajahan Empayar British (termasuk Afrika Selatan, Amerika Syarikat, Australia, Bahamas, Barbados, Belize, India, Kanada, Malaysia, New Zealand, Nigeria, Pakistan, Singapura, Sri Lanka, and Vanuatu), wilayah British masa kini (seperti Bermuda, Kepulauan Falkland, dan Saint Helena), bekas wilayah British (seperti Hong Kong), wilayah A.S. (seperti Guam, Kepulauan Mariana Utara, Puerto Rico), Kepulauan Virgin (British dan Amerika), dan Filipina. Di kebanyakan negara-negara tersebut, penggunaan bahasa Inggeris dilihat sebagai cara mengelakkan kesulitan politik yang timbul dari menjulang mana-mana bahasa pribumi sebagai lingua franca.
Situasi terkini penggunaan bahasa Inggeris di luar lingkungan negara-negara berbahasa Inggeris timbul dari beberapa punca. Pada separuh akhir abad ke-20, peluasan bahasa Inggeris adalah kesan kekuasaan tentera, ekonomi dan kebudayaan Amerika Syarikat. Oleh yang demikian, penggunaan bahasa Inggeris di merata dunia adalah kesan jangkauan Empayar British, tetapi penetapan bahasa Inggeris sebagai lingua franca antarabangsa selepas Perang Dunia II banyak berpunca dari peluasan bahasa ini melalui peluasan kebudayaan dan teknologi dari Amerika Syarikat serta penekanan di institusi-institusi antarabangsa; contohnya, urutan kerusi dan panggilan nama di sesi PBB dan cabang-cabangnya mengikut susunan abjad Inggeris; padahal terdapat enam bahasa rasmi PBB, cuma dua bahasa (iaitu Inggeris dan Perancis) adalah bahasa urusan.
Bahasa Inggeris juga dianggap oleh sesetengah pihak sebagai lingua franca tidak rasmi sedunia, hasil kekuasaan ekonomi, kebudayaan dan geopolitik dari kebanyakan negara Barat maju dalam institusi kewangan dan perniagaan sedunia. Taraf de facto yang dinikmati bahasa Inggeris sebagai lingua franca negara-negara tersebut melimpahkan pengaruh ke serata dunia. Baahsa Inggeris juga menguasai perhubungan bidang sains dan teknologi, dan semua jurnal sains utama di dunia diterbitkan dalam bahasa Inggeris. Bahasa Inggeris juga dijadikan lingua franca dalam komunikasi kawalan trafik udara.
Pengiktirafan bersejarah terhadap kekuasaan bahasa Inggeris di Eropah timbul pada tahun 1995 ketika, bahasa Inggeris menyertai bahasa Perancis dan Jerman sebagai salah satu bahasa urusan di Suruhanjaya Eropah yang ketika itu baru disertai Austria, Finland dan Sweden. Ramai penduduk Eropah di luar lingkungan Kesatuan Eropah (EU) turut menerima bahasa Inggeris sebagai lingua franca masa kini. Tradisi lama pembelajaran bahasa Inggeris sebagai bahasa kedua menghasilkan peluasannya sebagai lingua franca di Belanda dan Denmark, dan juga serba sedikit di Sweden dan Norway. Contonya, jika seorang Denmark yang mengunjungi Belanda berbual dengan seorang Belanda (atau sebaliknya, orang Belanda melawat Denmark,) maka hampir sudah pasti bahasa Inggeris yang digunakan.
Bahasa Jerman berperanan sebagai lingua franca di kebanyakan kawasan Eropah selama berabad-abad lamanya, khususnya pada zaman Empayar Rom Suci. Bahasa Jerman selaku salah satu bahasa rasmi Empayar Austria-Hungary, masih kekal sebagai bahasa kedua yang penting di kebanyakan kawasan Eropah Timur walaupun selepas bubarnya empayar tersebut dalam Perang Dunia I.
Ketika pembinaan Snowy Mountains Scheme dijalankan di Australia, bahasa Jerman berfungsi sebagai lingua franca bagi para buruh dari Eropah tengah dan timur. Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, bahasa Jerman wajib dikuasai ahli-ahli sains. Sungguhpun mengalami sentimen anti-Jerman selepas Perang Dunia II, namun bahasa Jerman masih dituturkan secara meluas di kalangan ahli-ahli komuniti sains.
Bahasa Perancis dijadikan bahasa diplomasi di Eropah semenjak abad ke-17 hingga akhirnya digantikan oleh bahasa Inggeris, namun masih menjadi bahasa urusan sebilangan institusi antarabangsa serta masih diterakan dalam pelbagai dokumen tak kira pasport mahupun surat mel udara. Selama bertahun-tahun lamanya, bahasa Perancis dan Jerman merupakan dua sahaja bahasa urusan rasmi Komuniti Ekonomi Eropah sehingga dianggotai oleh UK, Republik Ireland dan Denmark pada tahun 1973. Bahasa Perancis juga dijadikan lingua franca kesusasteraan Eropah pada abad ke-18.
Bahasa Perancis juga pernah menjadi bahasa yang digunakan di kalangan golongan berpendidikan di seluruh Timur Tengah dan Afrika Utara, terutamanya kota Kaherah, dari sekitar awal abad ke-20 hingga Perang Dunia II, dan khususnya di kawasan jajahan Perancis di Maghreb. Bahasa Perancis masih agak penting di negara Algeria dan ibu kotanya Algiers. Sehingga tercetusnya perang saudara di Lubnan, bahasa Perancis dijadikan bahasa perantara golongan atasan beragama Kristian di negara itu. Bahasa Perancis kekal sebagai lingua franca di negara-negara Afrika Barar dan Tengah (di mana ada tarafnya sebagai bahasa rasmi), sebagai kesan peninggalan penjajahan Perancis dan Belgium. Negara-negara Afrika ini bersama beberapa negara lain di seluruh dunia, menganggotai la Francophonie (persatuan negara berbahasa Perancis). Bahasa Perancis dijadikan bahasa rasmi tunggal Kesatuan Pos Sejagat, sementara pada tahun 1994 barulah bahasa Inggeris disertakan sebagai bahasa urusan.[12]
Bahasa Portugis berperanan sebagai lingua franca di Afrika, Amerika Selatan dan Asia pada abad ke-15 dan ke-16. Ketika bangsa Portugal mula menjelajahi perairan Afrika, Amerika, Asia dan Oceania, mereka cuba berhubung dengan penduduk peribumi benua-benua tersebut dengan sebuah lingua franca yang mencampur-adukkan bahasa Portugis dengan bahasa-bahasa setempat. Apabila tibanya kapal-kapal Inggeris dan Perancis untuk bersaing dengan Portugis, anak kapalnya menceburi bahasa Portugis yang teruk. Lama-kelamaan, kosa kata Portugis dalam lingua franca ini diganti oleh bahasa-bahasa tempatan dan kuasa-kuasa Barat yang lain.
Bahasa Portugis kekal sebagai lingua franca di Afrika (PALOP), Brazil, dan Timor Leste. Bahasa Portugis juga digunakan setakat tertentu di Macau kerana menikmati pengiktirafan sebagai bahasa rasmi di samping bahasa Cina.
Bahasa Rusia difahami ramai di kawasan-kawasan Eropah Tengah dan Timur serta Asia Utara dan Tengah yang pernah menganggotai Kesatuan Soviet atau blok Soviet, dan maka itu kekal sebagai lingua franca Komanwel Negara-Negara Merdeka. Penghijrahan rakyat dari bekas Kesatuan Soviet melariskan bahasa Rusia di Israel dan Jerman. Bahasa Rusia juga merupakan salah satu dari enam bahasa rasmi PBB.[6]
Melalui perluasan Empayar Sepanyol, bahasa Sepanyol bermegah di benua Amerika serta beberapa kawasan di Afrika dan Asia. Bahasa Sepanyol dijadikan lingua franca di seluruh bekas jajahan bahasa Sepanyol, terutamanya di Amerika Tengah dan Amerika Selatan.
Bahasa Turki masih dituturkan di wilayah yang pernah menjadi bahagian daripada Empayar Uthmaniyah termasuk serantau Balkan. Bahasa ini popular diguna oleh pelbagai etnik minoriti seperti Turkmen, Kurdi, Zazaki, Armenian, dan lainnya di Turki dan sekitarnya.
Ketika zaman tamadun Keyunanian dan Empayar Rom, bahasa Yunani Koine dan Latin masing-masing dijadikan lingua franca. Pada Zaman Pertengahan, bahasa Yunani menjadi lingua franca di sesetengah kawasan Eropah, Timur Tengah dan Afrika Utara yang dikuasai Empayar Byzantine, sementara bahasa Latin pula berleluasa di kawasan lain di Eropah. Ketika Gereja Katolik Rom meluaskan pengaruhnya, bahasa Latin dijadikan asasnya. Ketika berlangsungnya Majlis Vatican Kedua, sungguhpun perantaraan Katolik beralih ke bahasa tempatan, namun bahasa Latin kekal sebagai bahasa rasmi Kota Vatican.
Bahasa Afrikaans menjadi bahasa pertama berjuta-juta penduduk Afrika Selatan tanpa mengira warna kulit, di samping menjadi bahasa kedua ramai lagi. Pada zaman apartheid, kerajaan hendak menjadikan bahasa Afrikaans sebagai lingua franca Afrika Selatan dan Afrika Barat Daya yang pernah dikuasainya (kini Namibia). Sungguhpun demikian, sejak berakhirnya apartheid dalam sebuah negara yang memiliki 11 bahasa rasmi, bahasa Inggeris diterima ramai sebagai lingua franca baru untuk mengelakkan apa-apa masalah politik atau perkauman, apatah lagi banyak menggantikan nama-nama syarikat Afrikaans seperti South African Airways. Namun demikian, ramai lagi yang masih bertutur dalam bahasa Afrikaans, khususnya oleh golongan berusia dalam perbualan seharian, namun bahasa Inggeris semakin popular di kalangan golongan muda, sehingga bahasa Afrikaans sendiri berevolusi dengan menyerap pengaruh bahasa Inggeris dalam kosa kata dan ejaan.
Namibia berbeza dari Afrika Selatan yang mana selepas berakhirnya apartheid, bilangan penutur bahasa Inggeris kecil sekali, maka bahasa Afrikaans kekal sebagai lingua franca. Biarpun begitu, bahasa Inggeris kekal sebagai satu-satunya bahasa rasmi Namibia. Oleh itu, kerajaan Namibia berazam untuk meluaskan bahasa Inggeris ke seluruh negara.
Bahasa Hausa dituturkan secara meluas di negara Nigeria dan Niger, serta diiktiraf oleh negara-negara jirannya seperti Ghana, Benin, dan Cameroon. Sebabnya adalah bangsa Hausa dalam sejarah pernah menjadi pedagang yang mengangkut barang dagangan (kapas, kulit, hamba, tanaman dsb.) secara berkafilah di seluruh rantau Afrika Barat, dari Delta Niger ke pesisiran Atlantik. Kaum Hausa juga mencapai negeri-negeri Afrika Utara melalui laluan Trans-Sahara. Oleh itu, bahasa Hausa berperanan sebagai perantara perdagangan di kota Timbuktu di negara Mali, serta Agadez, Ghat dan Fez di Afrika Utara.
Bahasa Swahili digunakan sebagai lingua franca di seluruh Afrika Timur, walaupun merupakan bahasa ibunda sebuah kelompok etnik kecil di pesisiran Afrika Timur dan pulau-pulau berhampiran di Lautan Hindi. Seawal-awal akhir abad ke-18, bahasa Swahili digunakan di sepanjang laluan perdagangan yang mencapai sejauh Tasik Tanganyika dan wilayah yang kini diduduki Republik Demokratik Congo di barat. Bahasa Swahili menonjol pada zaman penjajahan, lantas menjadi bahasa Afrika yang terutama di Tanzania dan Kenya. Ramai di kalangan kelompok etnik bukan Swahili masa kini lebih kerap bertutur dalam bahasa Swahili berbanding bahasa ibunda sendiri, lebih-lebih lagi membesarkan anak-anak mereka dengan bahasa Swahili sebagai bahasa pertama, maka timbullah kemungkinan bahasa-bahasa Afrika Timur yang lebih kecil akan terus pudar dan memberi laluan kepada bahasa Swahili dari lingua franca menjadi bahasa pertama.
%PDF-1.5
%µµµµ
1 0 obj
<>>>
endobj
2 0 obj
<>
endobj
3 0 obj
<>/ProcSet[/PDF/Text/ImageB/ImageC/ImageI] >>/MediaBox[ 0 0 510.36 708.72] /Contents 4 0 R/Group<>/Tabs/S/StructParents 0>>
endobj
4 0 obj
<>
stream
xœ•Y[oÛ¸~�ÿ G
¨i‘uY,pº½¤³Á6=À¢Ø9VlŸ8²aK»ÈùõgfHÊ¢kÉ.
¸EÎ|3óÍpÈŒ'»zõT<ÖÁ¯¿Ž'u]<.Ëyð}ü°Ùþ=~xÝ–ãûb±ªŠzµ©~û-¸ùýmpóp}5~/‚œçIððt}%‚þ‰ •<’q�è”<¼\_EÁ>\_}gŸšp”²]¨XŽ4+ðg|.÷aÌVóp›!ú¸ÿ>]_½U¨Îi*ã*ëjø΂ž¹M¬yêæ~Ú †U¡/O?‹G+ž¦¾ŽsxTÌÝÔÿ„#É6¤¿A…/e€/~ G
dåLà[Ö@& Õ:ê�š“ï:Sû
%xÚ�D<‚X?~g*ê[ÚØ[CŽuŒßË@Å'©#AÈ pÁ»éÛ`ÜCÕ›M]o^†Øz¤Ø“ƱU#ú\›)°ùhò™Ø
Äɹ„?ß#òéÛÛ߃hü¥¨+«Ñä[è%–
�ÚO]Ïæ\@4¢Cm„3öÙóÁ=L�¶·_�4“;d~˜ §ï‚ø?c'_ékŸ
*JyžûjP(Iÿ‚?“¿àõ[ïú$æÊ_>èÑç‚ÖîTóL:F9‰d!º!DB±Émðå_ïèõÛ`B"åìýŸ“P³»·}ˆ%¤í‘‚É)ºúñP@q-üeƒ–Êþ`ä‚Î×—ˆWƒ\úA¼ Ü:
t’qí¸ú‘Ê]µÎìƒ[|ùTžÝŠ
`
Ŧ›åœÌÔ=|ÞUŸc…æ¹ðUšŸã‚Œ$W Zƒ`'ñëªÆR�x‚i±4 ϼbØ«¾×H˜r†Œ�½ìϸ¾‚AÈú,}sÈ`W¬4!/~…�gYìB! Sž‘ˆY3…5Æ8ü/ô}³ßl{},y¬|ñƒ€“Ÿc!ÂO ¾Šx–XùßЄñDnŒûD¡ÆAãû{DßÔ`Ù}_Ó0eÅ–¯È˜•ÀÖÚgl Â×:hUz..›DÆåE³ŸK'©€1ÀÌHCõs5D³Ùž\²+ž/ÚÿdjjJGÊ ÈüB³ã\^ÈgÑ»%‹Ì".r+ò¾˜Ø³HiCü„” Áž‰$½=FÊcéKëm]âˆçþT)¬“2ôû‡”d/À=¨P@¾WDPM!9+ê¼iÄ\SUè?
iÆËŒ“è%
²ë(°†ûó&Ì‹¥uÁ¼¨ìÓ#Œ—|ÎL4
Xœë’”kgáK(R�ÕA²Å—7•1•¨L°=Üöö…éG*ÍÙm(2¨}‹C‚’{ZsK0zÖ¹UÖƒQ,PåÊú
5Ì
Yã£Þ‚6͖ͬ©HyÓBPJÂÏí‡�H˜uG2–Ã
ÎöY1Ï\Ÿ8/A�µòÙU*ô SF©%¡¡@Eî¢ àÐ4ëYpsÄ
ú^Ù à^Dkì´Ò¼+£ŒÍüº…ÄtQÆŠ…€À™ïW‘kÆ5’wiÕí‘¢´¸9•"¦a/Å’Kç%“ �ß@òĪ²qr9‘ÄlflÚ"íWh–æû¼
lâÙ“ƒ›#8�F~ -,Ú˜ÄZZ˜&¾=œ¦†,g’·U`ž
’Ûà“pø´¤¨žsœ‹’–L�)%ˆ&N1·©ªDÊ2¶%ù£uoø�ãD´
á·BhÄØâàâÄ“ùç»é4*$³Rì‚Y¹puÈpáMWR�³zŒŽ£˜'Ò7ºî€Ûšš�/®-õ†(ž»NÕf^Îò�¼�RµïKÚñ”‹¯y[ÛþEŸØmáIÛ¡iéÕðÆ®þ/á6¶3·ÆãåÁÁ\=h·ŒëZž:Xˆ¥3‚cD®B}–UàgåœÒj4ÿDZ8Õ~A?ŠqêŠY;ÀÕ¢q¦©8Å:
ríãqÜ{š;D)|é½—) 9š»o¼Â„ L�Û’ø|@˜Ùº±l0™nWÜ—´):®´µW©¤ÝcaC�vÑ]äWí?UgB¡rÁu:#¥Ý–Iµâô¾™Dn7~uT€wö|ØætNÈ¡r¦èÌ×h·KžªVK]Ÿ·i«&&è".ŽJù°ÙiÎ#gvË~Ì ÜJâ¼³YQ‘kµ^]ܤ¶´š2Ó&ke×h}D”r™û Os}`3õF¤—º�ƒ_CgÇÀWpsC,;Ôz³¡Ž«`t1õÛM˜D¡=UZ‘aG& ž´ì ®l7iŠ‘9Rìð jc)fÌtG
‡«öŠO¹µ[dö‘ʸ~[·ÛZÛ)É\Zǵݎ]jHJÆÎ:~6”Š´CÓ¶M;j l‰¥óÖ•yŒ…[W
óÎy
¯CÅÉL›Ò9»Œ7Í¨× ]TSØp”¯mí³ Ú SÑá—VE©¼ñäòÞV9çpñ柯ÎÞw9'Æo".9p±tê¨êÈ»|w‘ˆá¨M/oÏ8yj†<ÉW�«Ë¶¥¸ò„㥱ŽrºþåÂÈƚlj/„Ö߸ï[jjhúŸÌBóƤœNµ·G¶%±Ý#‹
f>tPL¨™.öÅa1õ½0 ï•Š]ÑKdÆ,¸¤^�°Ç§ª¶8Ž•‡Ò¡�U`YâK¦ÀÀåßÀÝ"..SpöjΊ”yÄãÞûÊÿ¬o¿R
endstream
endobj
5 0 obj
<>
endobj
6 0 obj
<>
endobj
7 0 obj
<>
endobj
8 0 obj
<>
endobj
9 0 obj
<>
endobj
10 0 obj
<>
endobj
11 0 obj
<>/ExtGState<>/ProcSet[/PDF/Text/ImageB/ImageC/ImageI] >>/MediaBox[ 0 0 510.36 708.72] /Contents 12 0 R/Group<>/Tabs/S/StructParents 1>>
endobj
12 0 obj
<>
stream
xœ•Z[oã6~`þƒm QDŠº-’L2Ûn2;è¤ÀvÛ>Бb»I$¯mM›ùõ{n¤$ßâ"H"‘‡‡‡Ï�‡:»X®ç�öa|øpv±^Û‡YU¿žÝ7‹ßÏî_ÕÙ;�×v=oêóóàòãUpyÿþÝÙ�
Š°HƒûÇ÷ïTÁ�
´ÊÂTi’…J÷/@öé«Šƒéêý»(˜ò«‘×Oïßý:ú×ØŒªéø4U/óg;>MGõø4Mñ�Å?ôŒOõèr\pÓÌw®Æ1?Á]…Ìèu¬¢Q뛿âS5ÁIì8í±ž·óL¡¹õÍ4èÿ,{âÙÚñïÁý�ïß]ˆƒ[º‰óФý¥ÿ
ŒvÓ*�„q�š$Ìé?»¥ÏW€ ÉðÃø4}P–”×Ù`¡Pz�™²H}‚�óõ|¬^ÖóéèçÁ?Rëj90¤¡%to49©R'TÁ3vüi�-’IoI¿P+JÞ`Ïâ
”ûÐm¢|v£¥ÂÈTÓ�ŒãP¿µ?™#m‚TGa²ƒ4¸¾»
Îö˜Íe³^7/‡,ÇK¤³Ðè &3F¦QÅá…ˆß0R;iIþàìJ~wõÃÇ :»µõ4UõéÅÏã�‘Çjóc_w`¤QæÇ{Ò¿kÚÌk|þϨ0=ÝŽ3ø…zû¼Gbcò}¦W¿ üûÔ(¸ƒÇ‹[ÐË|ôKp{ñ5ýÓ8ýLªŠO׬å»ÙǹÁM°?ˆÚˆG¡ p³ )b€Z8^|
n‚>™A4Rí<‰R£ŸHÒψËÅ>)ð,†
Lingua Franca pada Kurun Niaga
Bahasa Melayu Kuno diperkirakan telah digunakan secara luas pada masa Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7. Prasasti Kedukan Bukit yang dikeluarkan Sriwijaya pada 683 Masehi adalah bukti arkeologis tertua penggunaan bahasa Melayu Kuno berhuruf Pallawa (India). Hubungan erat Sriwijaya dengan negeri-negeri India membuat kosakata Melayu Kuno banyak pula mendapat pengaruh bahasa Sanskerta.
Seorang musafir Cina bernama I Tsing yang pernah berkunjung ke Sriwijaya di masa itu menyebut bahwa bahasa Melayu Kuno lazim dipakai untuk keperluan perdagangan. Selain itu, bahasa ini juga dipakai untuk keperluan sosial, politik, dan sebagai bahasa pengantar mempelajari bahasa Sanskerta dan agama Buddha.
“Bahasa Melayu Kuno inilah yang kemudian berkembang pada berbagai tempat di Indonesia terutama masa Hindu dan masa awal kedatangan Islam (abad ke-13). Pedagang-pedagang Melayu yang berkeliling di Indonesia memakai bahasa Melayu sebagai lingua franca,” tulis Lukman Ali dalam Ikhtisar Sejarah Ejaan Bahasa Indonesia (1998, hlm. 2).
Menurut Jajat Burhanudin, dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah, bahasa Melayu kian mapan sebagai lingua franca di kawasan Asia Tenggara pada masa Kesultanan Samudra Pasai di abad ke-14. Ketika Sriwijaya mulai meredup, Samudra Pasai tumbuh sebagai kota dagang baru di bagian utara Selat Malaka.
Pada era Samudra Pasai, bahasa Melayu kian berkembang dengan menyerap pengaruh bahasa mitra dagangnya, yakni Arab dan Persia. Kosakata dan konsep-konsep baru yang bernapas Islam pun muncul. Salah satu bukti masuknya pengaruh Arab dan Persia ini bisa dilihat pada Prasasti Munye Tujoh (791 H/1389 M) yang mulai menerapkan penanggalan hijriah menggantikan tarikh Saka.
“Kata-kata Melayu asal Sanskerta memang masih tetap berperan bergandengan dengan bahasa Arab, meskipun kata-kata Melayu tersebut lebih dekat dengan bahasa Melayu abad-abad berikutnya. Hal ini berarti bahwa pengaruh bahasa Sanskerta secara perlahan berkurang dan digantikan bahasa Arab-Islam,” tulis Jajat dalam Islam dalam Arus Sejarah Indonesia (2017, hlm. 162).
INFOGRAFIK Bahasa Melayu
Yang tak kalah penting pada era Samudera Pasai ini adalah penggunaan huruf Jawi (Arab) yang menggantikan aksara India. Bahkan, para penutur di era itu menambah tanda khusus pada beberapa huruf Arab untuk menyesuaikan dengan bunyi bahasa Melayu.
“Penulisan ini dipakai dalam naskah-naskah Melayu lama, seperti dalam karya-karya sastra dan buku-buku pelajaran agama [Islam], dan juga sebagai ejaan resmi bahasa Melayu sebelum datangnya huruf Latin atau huruf Romawi yang mulai digunakan untuk penulisan bahasa Melayu walaupun masih sangat terbatas,” tulis Lukman (hlm. 3).
Ketika Laut Melayu kian sibuk oleh perdagangan internasional pada abad ke-15 hingga abad ke-17, bahasa Melayu telah kian mapan sebagai lingua franca. Penggunaannya sebagai basantara perdagangan bahkan meluas hingga Kamboja, Vietnam, dan Filipina. Saat itu, bahasa Melayu tak lagi hanya menyerap unsur bahasa asing, tapi mulai memengaruhi pula bahasa lokal di Asia Tenggara.
“Dalam periode inilah ratusan kata-kata Melayu di dunia perdagangan, teknologi, dan bidang-bidang lainnya masuk ke dalam bahasa Tagalog; pusat-pusat niaga utama di Kamboja lantas dikenal dari kosakata Melayu sebagai kampong; dan orang Vietnam menerima kata-kata seperti cu-lao (dari kata Melayu pulau). Begitu juga kata-kata Melayu seperti amok, gudang, perahu, dan keris didapati orang Eropa di Pegu, bahkan di Pantai Malabar di India, seolah-olah semua itu merupakan kata-kata asli setempat,” tulis Anthony Reid dalam Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680 jilid I (2014, hlm. 10).
Pelaut-pelaut dari Eropa yang mulai hilir mudik di Nusantara pun merasa perlu menguasai bahasa Melayu untuk memperlancar komunikasi mereka dengan pedagang Nusantara. Sebagai misal patut disebut nama Antonio Pigafetta, seorang anggota ekspedisi keliling dunia Ferdinand Magellan. Ia membuat semacam kamus bahasa Melayu bertajuk Vocabuli de Questi populi mori pada 1522.
Usaha seperti ini lantas diikuti oleh pelaut Belanda yang datang kemudian. Pertengahan abad ke-17, sejumlah pelancong Belanda mulai membuat sendiri kamusnya, seperti Frederick de Houtman (1608) atau Casper Wiltens dan Sebastianus Dancakerst (1623).
“Setidak-tidaknya mereka yang berniaga dan berdagang di pelabuhan-pelabuhan utama harus menggunakan bahasa Melayu sebaik menggunakan bahasa mereka sendiri,” tulis Reid (hlm. 10).
Luasnya penggunaan bahasa Melayu di era Kurun Niaga itu tak lepas dari sifatnya yang luwes. Pada abad ke-17, bahasa Melayu telah berkembang menjadi serbaneka dialek dan digunakan oleh banyak etnis di selingkung Laut Melayu.
Meski yang lazim disebut sebagai pusat budaya “Melayu sejati” adalah Malaka, namun penutur Melayu di sana mengakui validitas dialek Melayu dari tempat lain. Juga saat Kesultanan Aceh naik pamor, dialek Melayu-Aceh menjadi varian bahasa yang prestisius di Dunia Melayu.
“Variasi bahasa Melayu menunjukkan kepusparagaman kelompok etnik yang menjadikan bahasa ini sebagai basis identitas mereka. Namun demikian, pada abad ke-19 muncul perubahan sikap terkait penggunaan bahasa,” tulis Andaya (hlm. xxviii).
Perubahan yang disebut Andaya itu berkaitan dengan Traktat London yang disepakati Kerajaan Inggris dan Belanda pada 1824. Berdasarkan traktat ini, Belanda diakui menguasai kepulauan Indonesia sementara Inggris memerintah kawasan Semenanjung Malaya dan Singapura. Pemisahan ini secara tak langsung ikut memengaruhi perkembangan bahasa Melayu di kawasan Selat Malaka.
Sejak saat itu, dua pusat kebudayaan Melayu yaitu Kerajaan Riau-Lingga dan Kerajaan Johor berkembang sendiri-sendiri. Bahasa dan kesusastraan Melayu Riau berkembang pesat dan kemudian dikenal sebagai bahasa Melayu Tinggi. Pada abad ke-20 varian ini jadi tulang punggung bahasa Indonesia.
Bahasa Melayu Sebagai Lingua Franca
Bahasa Melayu Sebagai Lingua Franca
Monograf Terbitan Berkala Sumber Elektronik Skripsi Tesis Bahan Grafis Rekaman Video Musik Bahan Campuran Bahan Kartografis Rekaman Suara Bentuk Mikro Film Manuskrip Bahan Ephemeral Serial Braille Semua Bahan
Mohd Hassan, Hanis Izrin and Angterian, Siti Mahani and Yusop, Mohd Sharifudin (2017) Kegemilangan bahasa Melayu sebagai lingua franca. Jurnal Kesidang, 2 (1). pp. 18-28. ISSN 2550-1674; ESSN: 2600-7851
Pada alaf ke-21 ini, masyarakat Malaysia lebih terdedah dan cenderung menggunakan bahasa Inggeris sebagai bahasa perhubungan mereka. Hal ini demikian kerana penggunaan bahasa Inggeris dilihat sebagai salah satu bahasa yang sangat berpengaruh dan sering digunakan oleh semua masyarakat di seluruh dunia dalam proses komunikasi mereka. Namun begitu, masyarakat perlu didedahkan dengan hakikat bahawa bahasa Melayu juga pernah diiktiraf sebagai bahasa lingua franca suatu ketika dahulu. Pendedahan terhadap penggunaan bahasa Inggeris menyebabkan penggunaan bahasa Melayu dan sejarah yang pernah dilaluinya semakin jauh ditinggalkan oleh penuturnya terutama bangsa Melayu. Oleh itu, artikel konseptual ini memberikan tumpuan kepada fungsi bahasa Melayu sebagai lingua franca.